Senin, 08 Januari 2018

Makalah Tafsir Maudhu'iy : SHOLAT

TAFSIR MAUDHU’IY SHOLAT
Muhammad Jihad Abdullah

PENDAHULUAN
Sholat merupakan penyambung hubungan kita kepada allah SWT dan menjadi media komunikasi antara seorang hamba dengan tuhannya. Kefardhuan sholat merupakan hal yang pasti telah diketahui oleh seluruh umat islam, yang mana kewajiban sholat adalah hal penting bagi seorang musim dalam beragama sehingga disebut sebagai tiang agama. Allah SWT mewajibkan umat Rosulullah SAW sholat lima waktu saja, hal ini dijelaskan oleh Rosulullah SAW  dengan wahyu Allah. Kewajibvan sholat berlaku setiap hari dalam keadaan apapun, baik dalam keadaan sehat atau sakit. Hal ini membuktikan pentingnya sholat untuk umat beragama islam. Sholat pula dapat meningkatkan kualitas iman seorang hamba dan menjadikan hubungan kita kepada Allah SWT menjadi terasa lebih dekat. Semua ini dijelaskan dalam Alquran maupun hadist Nabi Muhammad SAW. Berikut adalah beberapa Ayat pilihan dalam AlQuran yang menyangkut Sholat berikut penafsiranya.

PEMBAHASAN
A. Definisi sholat
Sholat secara etimologi adalah Do’a secara muthlaq, tapi dikatakan pula Sholat adalah Do’a untuk kebaikan saja. Adapun secara  terminologi sholat adalah perkataan dan perbuatan yang dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam dengan Syarat tertentu.[1] Para ulama mengatakan bahwa sholat merupakam ibadah badaniyyah yang paling utama. Fardhu sholat adalah paling utamanya kefardhuan, dan sunnah adalah paling utamanya sholat.[2]
B. Makna kata mendirikan sholat
Salah satu kesalahan populer adalah memahaminya dalam arti mendirikan shalat. Ini karena penerjemah itu menduga bahwa kata  “ Aqoma” terambil dari kata “qaama”  yang berarti "berdiri", padahal tidak demikian. Berbeda-beda pendapat ulama tentang kata asalnya Ada yang berpendapat bahwa dia terambil dari kata yang menggambarkan tertancapnya tiang sehingga ia tegak lurus dan mantap, ada juga yang menyatakan bahwa ia terambil dari kata yang melukiskan pelaksanaan suatu pekerjaan dengan giat dan benar. Tetapi memang tidak ditemukan seorang ulama pun yang memahaminya dalam arti "berdiri" atau "mendirikan", bahkan kitab tafsir yang paling singkat dan sederhana, "Al-Jalalain" menjelaskan kata ini dengan "Melaksanakannya berdasarkan hak-haknya", yakni dengan khusu' sesuai syarat, rukun dan sunnahnya sebagaimana diajarkan dan dicontohkan Rasulullah saw.
 Ibnu 'Abbas r.a. mengatakan (وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ)" mendirikan shalat, berarti mendirikan shalat dengan seluruh kewajibannya.
Adh-Dhahak meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas r.a., ia mengatakan: "Mendirikan shalat berarti mengerjakan dengan menyempurnakan ruku', sujud, dan bacaannya denan penuh kekhusyu'an dan menghadapkan hati kepada Allah di dalamnya."
Qatadah berkata: "(Mendirikan shalat) berarti berusaha mengerjakannya tepat waktu, serta menjaga wudhu', ruku' dan sujudnya."
Sedangkan Muqtil bin Hayyan mengatakan: "(Mendirikan shalat) berarti menjaga untuk selalu mengerjakannya tepat waktu, menyempurnakan wudhu', ruku' sujud, bacaan al-Qur'an, tasyahud, serta membaca shalawat kepada Rasulullah saw.. Demikianlah makna mendirikan shalat."[3]
C. Ayat-Ayat tentang Sholat
Sholat merupakan rukun islam kedua,juga merupakan tiang agama yang memiliki keutamaan yang agung, Sholat disebutkan dalam Alquran Diantaranya firman Allah SWT.
1. Surah Thoha

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

14. Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.
Pada ayat ini Ibn katsir mengatakan perihal ayat ini menjelaskan bahwa inilah kwajiban pertama bagi seoramg mukallaf yakni hendaknya mengetahui bahwa tiada tuhan selain Allah, Kemudian tegakanlah sholat. Hal ini bertepatan dengan urutan rukun islam.[4]
Maksud dari kata وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي pada ayat ini maknanya dirikanlah sholat, jika kamu mendirikan sholat maka kamu telah mengingatku, mujahid berkata: jika kamu meninggalkan sholat kemudian kamu ingat, maka laksanakanlah. Adapula yang memaknainya :  mengingatkan kalian akan pujian dalam Iliyyin.[5]
2. Surah Huud
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ ۚ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ


114. dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.
Alqurthubi mengatakan bahwa tidak ada perdebatan dari ahli tafsiir mengenai sholat pada ayat ini adalah sholat Fardhu’ [6]
Pada ayat ini sholat yang dikatakan untuk kedua tepi siang adalah sholat shubuh dan maghrib. Mujahid berkata: sholat kedua tepi siang adalah sholat Shubuh, Zhuhur dan Ashar, dan Sholat Permulaan malam adalah sholat Maghrib dan Isya’, sedangkan Muqotil berpendapat bahwa sholat Shubuh dan Zhuhur merupakan satu tepi, dan sholat Ashar dan Maghrib merupakan satu tepi lagi, dan yang dimaksud dengan sholat permulaan malam adalah sholat Isya’, [7]
Adapun Tafsir Thobary memberikan kemungkinan bahwa ayat ini turun sebelum sebelum kewajiban sholat lima waktupada malam Isro’ karena pada saat itu baru diwajibkan sholat dua waktu saja.
¨t   إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ  ) maknanya dalam tafsir Alwashit bahwasanya sesungguhnya amal-amal kebaikan seperti sholat,zakat, puasa, haji dan istighfar itu menghilangkan amal-amal buruk. Dan yang dimaksud dengan amal buruk disini adalah dosa kecil, hal ini dikarenakan dosa besar tidak dapat ditebus kecuali dengan taubat shodiqoh.
            Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim dari Ibnu Mas’ud bahwasnya seorang laki-laki terlanjur mencium seorang wanita, kemudian lelaki tersebut mendatangi Nabi SAW dan memberitahu beliau tentang hal tersebut. Maka Allah SWT menurunkan firmannya, “dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” Laki-laki itu pun berkata, “ Apakah Ayat ini untukku?” Beliau pun menjawab, “Untuk semua umatku”.[8]
Al-hasanat ada yang memahaminya secara khusus yakni shalat dan istighfar, tetapi pendapat yang lebih baik adalah yang memahaminya secara umum, yaitu seluruh kebajikan. Namun demikian kata sayyiaat harus dipahami dalam bentuk khusus yakni, keburukan (dosa) kecil.
3. Surah Al-Isra’

أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

78. dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
            Ayat ini menerangkan waktu-waktu shalat yang lima. tergelincir matahari untuk waktu shalat Zhuhur dan Ashar, gelap malam untuk waktu Magrib dan Isya.
Ayat ini menjelaskan tentang waktu-waktu shalat wajib. Tegasnya dirikanlah sembahyang lima waktu sejak tergelincir matahari yaitu permulaan waktu zuhur dan matahari itu sesudah tergelincir di tengah hari dari pertengahan siang akan condong terus ke Barat sampai dia terbenam. Oleh sebab itu dalam kata “tergelincir matahari” termasuklah Zuhur dan Ashar, sampai ke gelap gulita malam. Artinya apabila matahari telah terbenam ke ufuk Barat, datanglah waktu Maghrib. Bertambah matahari terbenam ke balik bumi hilanglah syafaq yang merah, maka seketika itu masuklah waktu Isya.[9]
Kemudian disebutkanlah Quranul Fajri yang secara harfiah berarti bacaan di waktu fajar, tetapi karena ayat ini berbicara dalam konteks kewajiban shalat, maka semua penafsir Sunnah/Syi’ah menyatakan bahwa yang dimaksud adalah shalat Shubuh. Penggunaan istilah khusus ini untuk shalat fajar karena ia mempunyai keistimewaan tersendiri, yaitu disaksikan malaikat.[10] Sebagaimana sabda Rasul SAW : “Shalat shubuh itu disaksikan oleh para malaikat malam dan para malaikat siang” (H.R.Tirmidzi).
Shalat Shubuh disebut dengan Quranul Fajri karena, di waktu Shubuh hening pagi itu dianjurkan membaca ayat-ayat Al-Quran  agak panjang dari waktu lain.
            Setiap waktu sholat bisa terus berlangsung sampai waktu shalat berikutya dating, kecuali sholat shubuhyang waktunya berakhir sampai terbitnya matahari.[11]

4. Surah AlBaqoroh

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ, فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا ۖ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

238. peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.
239. jika kamu dalam Keadaan takut (bahaya), Maka Shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. kemudian apabila kamu telah aman, Maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. Sholat Wustha menurut pendapat yang rojih daripada pendapat para ulama adalah sholat Ashar karena merupakan pertengahan antara sholat shubuh, zhuhur, maghrib dan isya.[12] Adapula yang berpendapat bahawa sholat wustha adalah sholat zuhur. menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
Ayat ini mengandung perintah memelihara sholat wajib secara teratur dan perintah melaksakan sholat dengan khusu’. Ayat ini pula Mengindikasikan bahwa shalat tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun meskipun dalam keadaan berperang dan dihukumkan boleh shalat dengan cara berjalan atau berkendara jika dalam keadaan bahaya, namun keringanan itu hilang seiring dengan hilangnya sebab.
Ayat ini diapit oleh ayat-ayat yang membicarakan tetang pernikahan, talak, cerai, iddah, ruju’ serta nafkah sehingga menimbulkan kebingungan karena munculnya ayat tentang shalat secara tiba-tiba. Tentang ini Sayyid Quthub berkomentar : “Ketentuan-ketentuan yang diceritakan Allah sebelum ayat ini, semuanya disatukan oleh ibadah kepada Allah. Ibadah kepada-Nya dalam perkawinan, ibadah kepadanya dalam hubungan seks dan meneruskan keturunan, ibadah kepada-Nya dalam merujuk isteri atau menceraikan dengan baik sehingga dapat dipahami bahwa ketentuan-ketentuan itu serupa dengan shalat dari segi ketaatan kepada Allah SWT.”[13]
5. Surah An-Nisa’

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا

101. dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Diambil dari kata “Tidaklah mengapa” dalam ayat ini, mengindikasikan sebuah Rukhshoh, yakni bukan suatu kewajiban, dan inilah pendapat yang dipegang Imam Syafi’i.[14]
Menurut Pendapat jumhur arti qashar di sini Ialah: sembahyang yang empat rakaat dijadikan dua rakaat. Mengqashar di sini ada kalanya dengan mengurangi jumlah rakaat dari 4 menjadi 2, Yaitu di waktu bepergian dalam Keadaan aman dan ada kalanya dengan meringankan rukun-rukun dari yang 2 rakaat itu, Yaitu di waktu dalam perjalanan dalam Keadaan khauf. dan ada kalanya lagi meringankan rukun-rukun yang 4 rakaat dalam Keadaan khauf di waktu hadhor.
Boleh mengqosor sholat jika dilakukan dalam keadaan safar, akan tetapi, jika mengqodho sholat yang ditinggalkan waktu Hadir, maka tidaklah  boleh mengqoshor sholatnya, baik mengerjakannya saat hadhor atau saat safar.[15] 
Ayat ini merupakan dasar tentang bolehnya mengqashar shalat dalam perjalanan baik dalam keadaan takut maupun tidak. Sebagaimana yang disabdakan Rasul saat ditanyai tentang mengqashar shalat jika tidak dalam keadaan takut : “Itu adalah sedekah yang disedekahkan  Allah kepada kamu. Maka, terimalah sedekah-Nya” (HR. Muslim, Tirmidzi, Nasa’i dan lain-lain). Sedang yang menjadi syarat adalah jarak dan waktu tempuh musafir. Mazhab Syafi’i dan Maliki menilai bahwa jaraknya lebih dari 77 km, sedang mazhab Hanbali berpendapat 115 km. Mazhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali berpendapat bahwa seseorang tidak lagi dinamai musafir jika berniat tinggal selama empat hari atau lebih di tempat tujuannya, sedangkan Hanafi membolehkan sampai 15 hari.[16]
6. Surah An-Nisa’

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

103. Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
 Ayat ini mewajibkan untuk selalu mengingat Allah SWT setiap saat dalam segala keadaan, bahkan saat duduk, berdiri ataupun berbaring. Kata mauquutan ditafsirkan bahwa setiap shalat mempunyai waktu dalam arti ada masa ketika orang harus menyelesaikannya. Ada juga memahami kata ini dalam arti kewajiban yang bersinambung dan tidak berubah sehingga firman-Nya melukiskan shalat sebagai kitaaban mauquutan berarti shalat adalah kewajiban yang tidak berubah, selalu harus dilaksanakan, dan tidak pernah gugur apapun sebabnya.[17]
Seyogyanya bagi seorang mukmin untuk menjaga kualitas sholatnya. Syarat-syarat diterimanya sholat disisi Allah SWT diantaranya; hendaknya meniatkan sholat hanya karena Allah semata.Dan hendaknya makanan, pakaian dan tempat sholatnya halal. Dan juga hendaknya menghadirkan hati dalam sholat, karena tidaklah seseorang mendapat pahala sholat kecuali saat waktu kehadiran hati saja. Dan hemdaknya tidak Ujub dalam mengerjakan sholat.[18]

PENUTUP
             Dengan memahami ayat-ayat diatas maka kita dapat mengambil pemahaman bahwa Allah SWT mewajibkan sholat lima waktu dengan perintah yang jelas dan kuat. Dengan ,mengatur waktu-waktu wajibnya sholat serta berbagai ketentuannya. Sholat yang menjadi tiang agama ini tercatat abadi adalam Alquran dengan berapa ketentuannya. Perintah melaksanakan sholat terulang beberapa kali banyaknya, menunjukan bahwa kepentingan sholat bagi manusia merupakan kebutuhan yang fatal dan pokok. Di samping ibadah lain, sholat adalah ibadah badaniyah yang paling banyak disebutkan dalam AlQuran.






DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish, 2001, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta : Lentera Hati,
Hamka, 2007, Tafsir Al-Azhar, Singapura : Kejaya Pnont Pte Ltd,
Alkaf, Hasan, 2002,  Attaqrirotus Sadidah, Tarim: Darul Mirost Nabawi.
Albayjuri, Ibrohim, 2007, Hasyiyah albayjuri, Jakarta: Darul Kutubil Islami.
Suyuthi, 2014,Asbabun Nuzul. Diterjemahkan oleh: Andi M Syahrir, Yasir Maqosid,Jakarta: Putaka alkautsar,
Ar-Rahbawi, Abdul Qodir, 2007,  Panduan Lengkap Shalat menurut Empat Madzhab. Diterjemahkan oleh: Ahmad Yaman. Jakarta: Pustaka Alkautsar.
Ashobuni, Ali, 1981, Shofwatut Tafasir, Riyadh: Darul Quranul Karim.
Nawawi, Muhammad, 1939,  Sullamut Taufiq, Yogyakarta: Daru Ihyail Kutub Arobiyyah.
Dib Albagha, Musthafa, 1978,  At-Tazhib, Malang; UIN Malang.
As-suyuti, Abdurrahman, 1998,  Tafsir Jalalayn, Surabaya:Bangkul indah.
Tafsir Qurthuby , Qur’an Android , Playstore
Tafsir Ibn Katsir , Qur’an Android , Playstore
Tafsir Thobary, Qur’an Android Playstore





mkajsjsj


[1] Ibrohim albayjuri, Hasyiyah albayjuri, (Jakarta: Darul Kutubil Islami,2007) hlm. 230
[2] Hasan Alkaf, Attaqrirotus Sadidah, (Tarim: Darul Mirost Nabawi, 2002) hlm. 180
[3] Tafsir Ibn Katsir,
[4] Tafsir Ibn Katsir
                                                                                                                                                                                                                                                                     
[5] Tafsir Qurthuby

[6] Tafsir QUrthuby
[7] Tafsir Ibn Katsir
[8] Imam Suyuthi, Asbabun Nuzul, terj, Andi M Syahrir, Yasir Maqosid, (Jakarta: Putaka alkautsar, 2014). Hlm. 298
[9] Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura : Kejaya Pnont Pte Ltd, 2007). Halaman 4100.
[10] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2001). Halaman 165.
[11] Abdul Qodir Ar-Rahbawi, Panduan Lengkap Shalat menurut Emapt Madzhab, terj, Ahmad Yaman. (Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2007) hlm. 184.
[12] Muhammad Ali Ashobuni, Shofwatut Tafasir, (Riyadh: Darul Quranul Karim, 1981) hlm. 141
[13] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (jakarta: Lentera hati, 2001)...Halaman 625.
[14] Jalaluddin Abdurrahman As-suyuti, Tafsir Jalalayn,(Surabaya:Bangkul indah 1998) hlm.86
[15] Musthafa Dib Albagha, At-Tazhib, (Malang; UIN Malang, 1978) hlm. 69.
[16] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (jakarta: Lentera hati, 2001)..Halaman 690.
[17] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (jakarta: Lentera hati, 2001)..Halaman 693.
[18] Muhammad Nawawi, Sullamut Taufiq, (Yogyakarta: Daru Ihyail Kutub Arobiyyah, 1939). Hlm. 29 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafsir Tahlily surah An Nisa Ayat 36-44

Untuk mengakses Tafsir Tahlily surah An Nisa Ayat 36-44 klik disini