PENDAHULUAN
Alquran merupakan
kitab suci yang terdapat didalamnya petunjuk dan berita-berita yang pasti akan
kebenarannya. Kita kaum muslimin wajib untuk beriman pada Alqur’an dan apa yang
dibawa oleh Nabi Muhmmad SAW. Pada masa hidup Rosulullah SAW, kaum muslimin
memilki keimanan yang kuat akan ajaran islam dan mematuhi perintah rosulnya.
Kaum muslimin pun menjalani keseharian dan ibadah mereka di bawah naungan
islam. Akan tetapi, tidak semua yang hidup bersama mereka adalah orang mukmin
yang patuh, keberadaan orang-orang munafiq yang licik dengan mengaku beriman
padahal hati mereka tidak beriman kerap menyulitkan Rosulillah SAW dan para
shohabat. Berikut adalah ayat-ayat Qur’an beserta penafsirannya yang membahas
tentang para munafiqin.
فَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ
55. Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu.
Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu
untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa
mereka, sedang mereka dalam Keadaan kafir.
Syarh Mufrodat:[1]
تَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ, melayang
nyawa mereka yakni keluar nyawa mereka
=
Pada Ayat ini
Allah SWT mengingatkan orang-orang mukmin untuk tidak terpesona dan iri kepada
apa yang dimiliki oleh munafik dari harta benda dan anak-anak mereka Disebabkan
mereka lebih mencintai harta dan anak-anak itulah Allah mengazab mereka di
dunia dan akan mati mati dalam kekafiran. Mereka bersusah payah mencari harta
benda benda tanpa menghiraukan cara mereka mendapatkannya dan mengira kebahagiaan akan mereka dapatkan di dunia
maupun akhirat
Allah bermaksud
menimpakan azab kepada mereka yakni hendak mengazab mereka dengan memberi harta
benda dengan memberi harta benda dan anak-anak itu didunia melalui jerih payah
yang mereka alami didalam mengumpulkannya dan sekaligus didalamnya terkandung
berbagai malapetaka dan musibah. Dan kelak akan akan dicabut nyawa mereka sedangkan
mereka dalam keadaan kafir maka allah akan mengazab mereka di akhirat dengan
azab yang amat pedih.
Ayat ini pula
mengingatkan orang-orang mukmin akan adanya istidroj yakni berupa nikmat-nikmat
allah yang dilimpahkan kepada seseorang yang sesungguhnya Allah SWT bermaksud
menimpakan azab kepadanya.
Istidroj adalah
kenikamatan yang diberikan Allah kepada orang yang jauh darinya tanpa keimanan
dan syari’at yang dikerjakan. Namun dengan nikmat tersebut dia semakin jauh
dengan Allah SWT dan mendekatkanya dengan azabnya.
Hasan Al-BAshry
berkata bahwa yang dimaksud disini adalah zakat dan infak harta mereka di jalan
Allah.
Sedangkan Qotadah
mengatakan bahwa adanya indikasi taqdim dan ta’khir pada ayat ini, sedangkan
bentuk lengkapnya adalah: janganlah kamu terpesona denagn harta dan anak-anak
mereka di kehidupan dunia, sesungguhnya allah hanya menghendaki untuk mengazab
mereka di akhirat dengan semua itu.
Tetapi ibnu Jarir
memilih pendapat Hasan Albashry. Dan pendapat Al-Hasan merupakan pendapat yang
kuat dan baik.[2]
وَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنَّهُمْ لَمِنْكُمْ وَمَا هُمْ مِنْكُمْ وَلَٰكِنَّهُمْ قَوْمٌ يَفْرَقُونَ
لَوْ يَجِدُونَ مَلْجَأً أَوْ مَغَارَاتٍ أَوْ مُدَّخَلًا لَوَلَّوْا إِلَيْهِ وَهُمْ يَجْمَحُونَ
56. dan mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah,
bahwa Sesungguhnya mereka Termasuk golonganmu; Padahal mereka bukanlah dari
golonganmu, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat takut (kepadamu).
57. Jikalau mereka memperoleh tempat perlindunganmu atau gua-gua
atau lobang-lobang (dalam tanah) niscaya mereka pergi kepadanya dengan
secepat-cepatnya.
Ayat ini masih
menjelaskan dan menceritakan perihal keadaan orang-orang munafik. Yang mana
diceritakan bahwa orang-orang munafik sebenarnya merasakan ketakutan dan
ketegangan terhadap orang-orang mukmin. Sehingga mendorong mereka untuk
bersumpah dengan sumpah yang terpaksa dilakukan, hal ini Menandakan sifat
mereka yang pengecut dan pendusta. Seandainya saja mereka memiliki tempat perlindungan
yang dapat melindungi mereka dari ketakutan mereka, niscayaamereka pasti akan
langsung memasukinya sambil berlari ketakutan.
Mereka selalu
mengucapkan kepada orang-orang mukmin apa yang berlainan dengan apa yang
tersirat dalam hati mereka, Demikianlah tingkah laku orang-orang munafik ketika
bertemu dengan orang-orang mukmin seperti yang diterangkan oleh Allah SWT:
14. dan bila mereka
berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah
beriman". dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka
mengatakan: "Sesungguhnya Kami sependirian dengan kamu, Kami hanyalah
berolok-olok."
Mereka takut Orang
mukmin akan memperlakukan diri mereka seperti apa yang dilakukan kepada kaum
musyrikin. Oleh karena itu mereka berani bersumpah demi untuk melindungi
dirinya/taqiyyah.[3]
Sesungguhnya,
Alasan kaum munafik bergaul dan berbaur dengan orang-orang mukmin hanyalah
karena mereka terpaksa, bukan karena mereka suka, bahkan mereka berharap untuk tidak bergaul
dengan orang mukmin, akan tetapi keadaan Arurat yang mendorong mereka terpaksa
melakukanya. Karenanya mereka saat itu masih merasa sedih, galau dan bingung
karena islam dan pemeluknya masih pada kejayaan dan posisi yang tinggi. Oleh
karena itu, Apabila kaum muslimin mendapat suatu kegembiraan, mereka tidak
senang melihatnya.[4]
Karena itulah Allah menceritakannya dengan menurunkan ayat 57.
,وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ
وَلَوْ أَنَّهُمْ رَضُوا مَا آتَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ سَيُؤْتِينَا اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَرَسُولُهُ إِنَّا إِلَى اللَّهِ رَاغِبُونَ
58. dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang
(distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka
bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan
serta merta mereka menjadi marah.
59. Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan
Allah dan RasulNya kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi Kami,
Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya,
Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah,"
(tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).
Syarh murodat[5]
xmencelamu = يَلْمِزُكَ
Ayat ini masih membahas pehihal
keadaan orang munafik. Sikap mencela orang munafik terhadap orang mukmin tidak
ada habisnya, mereka mencela apa yang dilakukan dan dikerjakan orang mukmin,
baik itu keseharian mereka atau hal yang mereka yakini, tidak terkecuali
terkait masalah shodaqoh, zakat dan pembagian ghanimah.
Mereka mencela
Rosulullah SAW dalam masalah pembagian zakat dan harta rampasan. Padahal
sebenarnya mereka tidak memiliki tujuan apapun selain keinginan untuk
mendapatkan harta itu saja. Maka jika mereka diberikan apa yang mereka
inginkan, mereka akan senang dengan perbuatan Orang mukmin, tetapi jika mereka
tidak mendapatkan yang mereka inginkan, maka mereka segera marah kepada orang
mukmin. Seperti itulah sifat orang munafik, pekat akan keegoisan dan keras
kepala.
Mereka menuduh
Rosulullah SAW dengan sebab pengambilan zakat terhadap orang-orang kaya, mereka
berkata: Sesungguhnya Dia hanya mementingkan orang yang dia kehendaki dari
kerabatnya dan orang yang dia sayangi saja. Dan mereka memandang bahwa
Rosulullah SAW tidak bersikap adil.[6]
Adapun sebab turunnya ayat ini riwayat Albukhary:
قال
أبو سعيد الخدري بينا رسول الله صلى الله عليه وسلم يقسم مالا إذ جاءه حرقوص بن
زهير أصل الخوارج ، ويقال له ذو الخويصرة التميمي ، فقال : اعدل يا رسول الله .
فقال : ويلك ومن يعدل إذا لم أعدل فنزلت الآية . حديث صحيح أخرجه مسلم بمعناه
melalui Abu Said Al-Khudri r.a. yang menceritakan, bahwa ketika
Rasulullah saw. sedang membagi-bagikan ganimah, tiba-tiba datanglah Hurqush bin
Zuhair aslul Khowarij, disebut sebagai dzul khuwaishiroh At-tamimi, lalu orang
itu berkata, "Berlaku adillah! Wahai Rosulullah" Maka Rasulullah saw.
menjawab, "Celakalah engkau ini, siapakah yang akan berlaku adil jika aku
tidak berbuat adil?" Maka pada saat itu juga turunlah Ayat. [7]
Qotadah berkata terkait ayat ini bahwasanya kata 8âÏJù=t maksudnya “menuduhmu tidak adil dalam pembagian zakat”[8]
Adapun Ayat 59 merupakan
jumlah Syarth dan Jawab, yang mana jawab dari Syarth-nya mahdzhuf, jawab dari
kalimat tersebut adalah:
لكان خيرا لهم
“niscaya hal itu lebih baik bagi mereka” [9]
Ayat 59 juga
mengandung etika yang mulia bahwa ridho hanyalah kepada pemberian allah dan
rosulnya, dan bertawakkal dan berharap
hanya pada Allah. Dan mengerjakan smua perintahnya dan menjauhi semua
laranganya dan membenarkan semua berita-beritanya dan menteladani
jejak-jejaknya. [10]
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini berbeda topik dengan ayat sebelumnya, Ayat ini menjelaskan
pihak-pihak mana yang berhak untuk mendapatkan zakat, yakni 8 golongan. Setelah
allah menerang pada ayat sebelumnya yang berhubungkan dengan tingkah laku orang
munafik yang selalu ingin menerima zakat walaupun mereka bukan orang yang
berhak menerima zakat dan malah mencela nabi dan menuduhnya tidak berlaku
adil., maka pada ayat ini Allah SWT menerangkan dan mempertegas tentang
pihak-pihak yang berhak menerima zakat.
Berikut adalah penjelasan golongan penerima zakat:[11]
1. Faqir
Faqir adalah orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan, atau
memiliki harta atau pekerjaan tetapi tidak mencukupi 50% dari kebutuhannya.
2. Miskin
Miskin adalah orang yang memilki harta atau pekerjaan yang tidak
mencukupinya sekiranya masih diatas 50% dari kebutuhannya.
3. Amil zakat
Yaitu orang yang ditugaskan hakim untuk mengumpulkan zakat dan
membagikanya kepada yang berhak, maka amil ini berhak mendapat zakat walaupun
orang kaya, dengan syarat hendaknya amil ini tidak diberikan upah oleh
hakim/pemerintah.
4. Muallaf
Dalam madzhab Syafi’I Muaalf itu ada 4 golongan, yakni:
·
Orang
yang baru masuk islam dan niatnya masih lemah dalam islam
·
Orang
yang terpandang di suatu kaum sehingga memberinya zakat diharapkan bisa
mengislamkan sekutunya
·
Orang
muslim yang memerangi dan menakuti orang tidak membayar zakat dan membawanya
kepada imam
·
Orang
memerangi orang kafir dan pemberontak jika lebih mudah dari mengutus pasukan
5. budak Mukatab
Yaitu budak yang di tangguhkan kemerdekaannya dengan sekian
angsuran bayaran
6. Ghorim
Yaitu orang yang berhutang untuk selain maksiat, yaitu ada empat
golongan:
v Orang yang berhutang untuk mendamaikan dua pihak yang bertikai
v Orang yang berhutang untuk menjamu tamu, membangun masjid, dan
sebagainya yang mana merupakan kemaslahatan umum
v Orang yang berhutang untuk menafkahi dirinya dan keluarganya
v Orang yang menanggung hutang orang lain padahal dirinya pun dalam
keadaan susah.
8. Guzaah
Yaitu orang yang ikut berperang secara sukarela dan tidak mengambil
upah dari keikutsertaan mereka dalam berjihad.
9. Ibn sabil
Yaitu seorang musafir yang tidak memiliki nafkah yang bisa dia
pakai didaerahnya sekarang, walaupun di daerah asalnya memiliki banyak harta.
Ayat ini
menyatakan bahwa zakat tidak boleh disalurkan kepada selain golongan-golongan
ini, dan tidak boleh juga mencegah zakat dari sebagian dari gologan-golgan ini
bilaman golongan tersebut memang ada, Selanjutnya imamlah yang
membagi-bagikannya kepada golongan-golongan tersebut secara merata; akan tetapi
imam berhak mengutamakan individu tertentu dari suatu golongan atas yang
lainnya. Huruf lam yang terdapat pada lafal lilfuqaraa` memberikan pengertian wajib
meratakan pembagian zakat kepada setiap individu-individu yang berhak. Hanya
saja tidak diwajibkan kepada pemilik harta yang dizakati, bilamana ia
membaginya sendiri, meratakan pembagiannya kepada setiap golongan, karena hal
ini amat sulit untuk dilaksanakan. Akan tetapi cukup baginya memberikannya
kepada tiga orang dari setiap golongan. Tidak cukup baginya bilamana ternyata
zakatnya hanya diberikan kepada kurang dari tiga orang; demikianlah pengertian
yang disimpulkan dari ungkapan jamak pada ayat ini. Sunah telah memberikan
penjelasannya, bahwa syarat bagi orang yang menerima zakat itu, antara lain
ialah muslim, hendaknya ia bukan keturunan dari Bani Hasyim dan tidak pula dari
Bani Muthalib.[12]
Sistem pendistribusian zakat ini merupakan hal ta’abbudy yakni
kewajiban dari Allah berdasarkan ilmu dan kebijaksanaan Allah SWT, Sehingga
tidak ada lagi ALasan untuk mengganti atau menambahkan golongan lain di
dalamnya.
وَمِنْهُمُ الَّذِينَ يُؤْذُونَ النَّبِيَّ وَيَقُولُونَ هُوَ أُذُنٌ ۚ قُلْ أُذُنُ خَيْرٍ لَكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِينَ وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ ۚ وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
61. di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi
dan mengatakan: "Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya."
Katakanlah: "Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada
Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang
beriman di antara kamu." dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu,
bagi mereka azab yang pedih.
Syarh mufrodat[13]
اذن خير لكم
“telinga yang dimilikinya
lebih baik, ia mengetahui mana yang benar dan mana yang dusta”
Ayat ini kembali menceritakan orang-orang munafik. Kebencian dan
ketidak sukaan mereka terhadap Rosulullah Saw seakan mengakar dalam diri
mereka. Selain membenci dan sering menuduh Nabi, mereka juga selalu meremehkan
Nabi dan menganggapnya sebagai orang biasa yang bahkan tidak sepintar yang
orang mukmin lihat.
Bentuk penghinaan dan cemooh
mereka terhadap nabi seringkali terdengar oleh orang mukmin, sehingga
orang-orang mukmin melarang mereka berkata demikian agar tidak sampai terdengar
oleh nabi, Akan tetapi, ketika mereka dilarang, mereka malah mengatakan: “ Dia
hanya mendengar apa yang dikatakan padanya dan menerimanya begitu saja, jika
kami melakukan sumpah bahwa kami tidak mengatakan sesuatu maka dia pasti akan
percaya”.[14]
Pada Ayat ini Allah SWT menceritakan akan orang munafik yang
mengumpat dan mempergunjing Nabi SWT, mereka mengatakan bahwa Nabi SAW terlalu
cepat percaya dan mudah terpengaruhitanpa memikirkan dan meneliti kevalidan apa
yang didengarnya. Mereka mendasara hal ini karena perlakuan NAbi terhadap
mereka tidak berbeda dengan orang-orang mukmin pada umumnya. Sehingga mereka
menganggap adanya kekurangan fatal pada diri Nabi sehingga tidak pantas untuk
menjadi pemimpin.
Keadaan Nabi SAW tidak sesederhana yang dipikirkan orang munafik
itu, Nabi SAW bersikap demikian bukan karena mudah diperdaya atau dipengaruhi, tapi karena beliau beriman pada
Allah yang maha menuntun dan melindungi, dan juga beliau mempercayai
Orang-orang beriman yang telah menunjukan ketaqwaan dan ketabahan mereka. Nabi
bukannya mendengarkan sesuatu tanpa penelitian, tapi beliau adalah pembawa rahmat rahmat bagi orang-orang
beriman, Sehingga belaiu mempercayai apa yang dikabarkan oleh orang mukmin yang
telah menikuti dan petunjuk dan hidayahnya.
Pada Akhir ayat ini Allah AWT menyatakan dan mempertegas akan Azab
bagi orang yang menghina dan mencela NAbi SAW. Larangan menghina Nabi SAW
adalah mutlak, sehingga tidak boleh mencela Nabi SAW baik pada masa hidup
beliau atau setelah beliau wafat. Seperti halnya mencela beliau, tidak boleh
pula mencela keluarga beliau baik itu orang tua beliau, anak dan istri beliau,
karena menyakiti mereka sama saja menyakiti beliau.
PENUTUP
Setelah mengetahui keterangan terhadap ayat-ayat diatas maka kita
telah mempelajari bagaimana sikap dan sifat oran-orang munafik yang selalu
mentang dan membenci Nabi SAW, mereka mencemooh, menghina dan meremehkan Nabi
dengan berbagai bentuk dan usaha. Semua yang mereka tunjukan dari ketaatan dan
bergaulnya mereka denagn orang mukmin hanya sebuah kamuflase yang menutupi
kekufuran mereka dibalik topeng sumpah-sumpah palsu mereka. Tetapi Nabi SAW
merupakan Nabi pembawa rahmat dan panutan seluruh makhluk, menanggapi perlakuan
mereka dengan bijak dan kepala dingin. Begutulah selak beluk kehidupan orang
munafik yang hidup berdampingan dengan orang mukmin dibawah naungan Rasulullah
SAW.
DAFTAR PUSTAKA
AS-suyuti, Jalaluddin
Abdurrahman, Tafsir Jalalayn, Surabaya:Bangkul indah 1998.
Ibn Katsir, Tafsir
Ibn Katsir, Beirut: Darul Fikr, 1986.
Al-Kaf, Hasan ,
Taqrirot As-sadidah, Tarim: Darul Mirots Nabawy,2008.
Tafsir Wasith ,
Qur’an for Android , Playstore
Tafsir Qurtuby,
Qur’an for Android , Playstore
[1]
Jalaluddin Abdurrahman AS-suyuti, Tafsir Jalalayn,(Surabaya:Bangkul
indah 1998) hlm. 162
[2]
Imam Ibn Katsir, tafsir Ibn Katsir,( Beirut: Darul FIkr, 1986) hlm. 264
[3] Jalaluddin
Abdurrahman AS-suyuti, Tafsir Jalalayn,(Surabaya:Bangkul indah 1998)
hlm. 162
[4] Imam
Ibn Katsir, tafsir Ibn Katsir,( Beirut: Darul FIkr, 1986) hlm. 264
[5]
Jalaluddin Abdurrahman AS-suyuti, Tafsir Jalalayn,(Surabaya:Bangkul
indah 1998) hlm. 162
[6]
Tafsir Alwasith
[7]
Tafsir Qurthuby
[8] Imam
Ibn Katsir, tafsir Ibn Katsir,( Beirut: Darul FIkr, 1986) hlm. 264
[9] Jalaluddin
Abdurrahman AS-suyuti, Tafsir Jalalayn,(Surabaya:Bangkul indah 1998) hlm. 162
[10]
Opcit hlm.264
[11]
Hasan Al-Kaf, Taqrirot As-sadidah,(Tarim: Darul Mirots Nabawy,2008) hlm. 423
[12]
Jalaluddin Abdurrahman AS-suyuti, Tafsir Jalalayn,(Surabaya:Bangkul
indah 1998) hlm. 162
[13] Imam
Ibn Katsir, tafsir Ibn Katsir,( Beirut: Darul FIkr, 1986) hlm. 267
[14] Jalaluddin
Abdurrahman AS-suyuti, Tafsir Jalalayn,(Surabaya:Bangkul indah 1998)
hlm. 163
Tidak ada komentar:
Posting Komentar